Wednesday 23 May 2012

Orang Bodoh Tidak Tahu Kedudukan Dirinya


Terkadang sebagian orang kurang yang kurang pemahaman mendeskreditkan sebagian ulama. Semacam yang sering dijelek-jelekkan adalah Syaikh Al Albani, ulama pakar hadits yang ma’ruf di abad ini. Mereka menyatakan bahwa beliau adalah orang yang cepat mendhoifkan hadits, tidak kenal ilmu hadits, bisa saja salah dalam menilai hadits dan cepat mendho’ifkan hadits shahihain (Bukhari-Muslim) dan masih banyak komentar lainnya yang sering dimunculkan.

Benarlah kata seorang ulama, “Orang jahil benar-benar tidak tahu kedudukan dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia tahu kedudukan orang lain?” Perkataan ini dikatakan oleh Imam Adz Dzahabi ketika mengomentari orang yang berkomentar jelek terhadap Imam Ahmad bin Hambal.

Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala (11: 321) menyebutkan,
Ada yang bertanya pada Imam Ahmad mengenai orang yang bernadzar untuk thowaf sebanyak empat kali putaran . Imam Ahmad pun menjawab, “Ia tetap (menunaikan nadzarnya) dengan melakukan thowaf sebagaimana orang yang berthowaf, tidak melakukan empat kali putaran saja.”

Ibnu ‘Aqil berkata, “Sangat mengherankan, saya pernah mendengar dari orang-orang yang bodoh di mana mereka mengatakan bahwa Imam Ahmad tidak paham fikih, ia hanyalah seorang muhaddits (ahli hadits).”

Ibnu ‘Aqil lantas berkomentar, “Ini benar-benar perkataan orang bodoh. Imam Ahmad memiliki beberapa pendapat (fikih) yang ia simpulkan dari beberapa hadits dan jarang mereka mengetahui hal semacam ini. Dan kadang yang lebih berilmu dari mereka lebih tidak mengetahui hal ini.”

Imam Adz Dzahabi lantas berkomentar, “Demi Allah, bukankah kita pernah menyaksikan ulama yang pakar dalam bidang fikih seperti Al Laits, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Abu Yusuf. Begitu pula yang terkenal zuhudnya seperti Al Fudhail bin ‘Iyadh dan Ibrahim bin Adham. Dan yang terkenal hafalannya seperti Syu’bah, Yahya Al Qotthon dan Ibnul Madini.”

Lantas Imam Adz Dzahabi berkata, “Akan tetapi orang bodoh tidak mengetahui kedudukan dirinya, bagaimana mungkin ia mengetahui kedudukan orang lain?” Demikian kalam Imam Adz Dzahabi.

Dari perkataan Adz Dzahabi menunjukkan bahwa yang bisa menilai kedudukan orang lain adalah orang yang berilmu, bukan orang bodoh lagi jauh dari agama.

Dan satu pujian dari ulama besar, salah satu anggota Al Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa kerajaan Saudi Arabia) -Syaikh ‘Abdul Karim Khudair –hafizhohullah Ta’ala-, yang berkata mengenai Syaikh Al Albani,
“Syaikh Al Albani rahimahullah sesuai dengan pujian yang sering ditujukan padanya. Seandainya kami ingin menyebutkan keutamaan-keutaman beliau, maka kami sulit menyebutkan semuanya. Seandainya hal itu mau diulas, tidak akan habis. Seandainya kita mau membicarakan keutamaan beliau, maka tentu akan menghabiskan waktu dalam beberapa jam (amat lama). Tidak ada ulama penolong sunnah semisal beliau. Beliau adalah ulama reformis di abad ini. Sunnah nabi tidaklah bisa dikenal dengan baik (saat ini) selain melalui perantara beliau.”

Mufti dan Ketua Lajnah Ad Daimah di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah memuji Syaikh Al Albani. Beliau mengaturkan pujian:

“Syaikh Nashiruddin Al Albani adalah di antara saudara kami yang begitu istimewa dan sangat ma’ruf. Aku telah mengenal beliau sejak lama. Beliau di antara ulama terbaik. Beliau memiliki akidah yang baik. Beliau adalah di antara orang-orang yang menghabiskan waktunya demi meneliti hadits Nabi yang mulia dan perjuangan beliau amat besar dalam memperjuangkan sunnah. Jarang sekali kita menemukan orang yang begitu perhatian terhadap agama seperti beliau.

Beliau adalah orang yang amat langka yang banyak ilmu digali dari karyanya. Dan aku salah satu yang mengambil faedah dari ilmu beliau. Aku telah menelaah banyak dari buku-buku beliau dan sungguh banyak faedah di dalamnya. Beliau adalah orang yang sholih. Beliau seorang pakar hadits. Namun ingat, beliau tidaklah maksum (benar secara mutlak) sebagaimana ulama lainnya. Beliau kadang menshohihkan suatu hadits, namun beliau keliru. Kadang beliau mendho’ifkannya, dan beliau keliru.

Namun mayoritas dari usaha beliau adalah baik dan amal beliau, dan meneliti keshohihan dan kelemahan hadits juga bagus. Beliau adalah ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Semoga Allah menganugerahi pada kita keistiqomahan dan husnul khotimah –karena kebanyakan dari kaum muslimin tidak bisa istiqomah dalam ilmu dan amal-. Kita pun memohon pada Allah agar bisa berdakwah dalam kebaikan dan bisa terus memperjuangkan sunnah. Hanya Allah yang memberi pertolongan.” (Dinukil dari Multaqo Ahlil Hadits)

Inilah penilaian yang adil terhadap Syaikh Al Albani, contoh yang patut kita ikuti. Syaikh Al Albani jelas bukanlah Nabi, bisa jadi salah. Namun dalam hadits, beliau adalah pakar di bidangnya dan tidak pantas kita mengecilkannya seperti kelakuan sebagian orang.

Moga Allah memberi kita hidayah untuk terus istiqomah dalam al haq dan dalam berpegang teguh dengan ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

* * *

Penulis: Ust Muhammad Abduh Tuasikal, KSU, Riyadh, KSA, 2 Rajab 1433 H
Load disqus comments

1 comments:

comments